PLUS MINUS SEKOLAH GRATIS
Namun akibat
sekolah gratis tersebut, beberapa sekolah tidak mampu membiayai semua kegiatan
akademik dan kegiatan penujang. Seringkali kita mendengar, ada sebuah sekolah
yang dulu penyelenggaraan program ekstrakurikulernya sangat bagus dan beraneka
ragam sesuai tuntutan bakat dan minat siswa, sekarang menurun, dan bahkan
beberapa ekstra di tiadakan, kecuali ekstra-ekstra yang berbiaya murah dan
itupun sekarang diajar dan dibimbing oleh guru kelasnya bukan lagi oleh trainer
atau pelatih yang profsional seperti sebelumnya. Kegiatan penunjang seperti
outbound, outdoor learning, study wisata juga sekarang ditiadakan, bahkan sesuai
kalender sekolah yang dulu tiap tahun diadakan seperti pentas kreatifitas siswa
yang berisi tampilan seluruh siswa yang bertujuan untuk melatih keberanian,
percaya diri serta kreatifitas sekarang juga ditiadakan.
Dalam program
sekolah gratis pemerintah sudah mensubsidi keuangan sekolah baik berupa BOSNAS
sebesar Rp. 31.000/persiswa SD dan BOPDA yang besarnya tergantung kemampuan
daerah (sebesar Rp. 20.000 untuk siswa Surabaya), oleh karena itu pemerintah
melarang sekolah baik negeri atau swasta untuk mengadakan iuran dan tarikan
dengan alasan apapun, meskipun pada kenyataannya, banyak sekolah swasta dan
beberapa sekolah negeri masih mengadakan tarikan atau iuran.
Program
subsidi keuangan dari pemerintah ini bagi sekolah pinggiran atau di daerah
terpencil sangat menguntungkan seperti dapat durian runtuh, bagaimana tidak,
dulu sebelum adanya BOS iuran di sekolah itu hanya berkisar Rp. 10.000 - Rp.
15.000 saja perbulan, sekarang sekolah itu mendapat Rp. 50.000 persiswa/bulan
(untuk Surabaya) atau Rp. 40.000 periswa/bulan (untuk Sidoarjo). Namun bagi
sekolah yang letaknya di pusat kota, sekolah maju dan unggulan yang sudah
mempunyai renstra sekolah dengan seabrek kegiatan penunjang dan kegiatan
ekstra, belum lagi fasilitas sekolah yang memadai seperti labkom, lab
multimedia, AC, dan lain-lain, begitu juga besaran iuran siswa sebelum adanya
BOS dan BOPDA sudah sebesar Rp. 50.000 keatas persiswa/bulan, ditambah lagi
sekolah harus membayar pajak dari uang subsidi tersebut menurut pph pasal 21
pajaknya sebesar 15 %, pph pasal 22 sebesar 1.5 % ( pembelian barang), ppn
pasal 21 sebesar 10 % ( pembelian barang), maka adanya program sekolah gratis
ini sangat membatasi gerak dan membuat sekolah bingung untuk membuat rencana
ulang kegiatan-kegiatannya, beberapa program sekolah semisal outboud, outdoor
larning, study wisata, kegiatan ekstrakurikuler, dan program pembibitan siswa
dikurangi bahkan ditiadakan, ada juga sekolah yang dulu menggunakan AC di tiap
rungan, karena adanya program ini penggunaan AC dimatikan, karena sekolah tidak
mampu membayar rekening listrik bulanannya.
Program
sekolah gratis memang sangat bagus untuk meningkatkan peran serta masyarakat
dalam mengikuti program wajib belajar dan pemberantasan buta aksara , namun
menurut saya dalam jumlah pemberian subsidi BOS atau BOPDA perlu dibedakan tiap
sekolah dengan melihat status akreditasi sekolah, letak sekolah, prestasi
sekolah, dan program kegiatan sekolah. Dengan begitu kemanfaatan program
sekolah gratis ini, dapat dirasakan oleh setiap warga negara Indonesia tanpa
mengganggu pelaksanaan program pembelajaran dan kegiatan sekolah yang sudah
dibuat oleh civitas sekolah demi perkembangan dan kemajuan anak didik, bila
perlu dibuat klasifikasi sekolah, selanjutnya besaran BOS dan BOPDA disesuaikan
dengan klasifikasi tersebut, bagaimana pendapat anda?
sumber ;
Mudzakkir
Hafidh
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:
Posting Komentar