Pelangi Perjalanan Anak Sekolah Tidak Mampu, Harapan tertumpu pada bantuan Lembaga GN-OTA
Belum juga semua anak bangsa bisa mengeyam pendidikan
dasar sembilan tahun, krisis multidimensi sekarang ini semakin memperparah
banyaknya anak usia sekolah yang harus keluar dari bangku sekolah. Seiring
dengan itu, kepedulian orang-orang mampu sangat dinantikan mereka yang masih
rindu bangku sekolah. Melalui lembaga GN-OTA, Yayasan Dharmais menjalankan
fungsi sebagai orang tua asuh bagi mereka yang tidak mampu.
Untuk menengok mereka, Anda tidak perlu jauh-jauh pergi
ke pelosok desa karena di Ibukota Jakarta pun ada. SDN Pejaten Barat 02 Petang,
Pasar Minggu, adalah salah satu contoh SD yang beberapa muridnya menjadi anak
asuh Dharmais. Banyaknya murid yang berasal dari kalangan ekonomi bawah menjadi
pertimbangan yayasan untuk membantu anak murid SD ini. "Dari 135 murid
hanya sekitar 20 yang mampu", tutur Mira, guru kelas satu SD ini.
Lukmanul Hakim dan Maya Indrani, murid kelas lima, adalah
beberapa murid yang kini masih bisa duduk di salah satu bangku sekolah yang
dikepalai oleh Dra. Umi Salamah, MM ini. Cita-cita mereka hampir saja kandas
oleh ketidakberdayaan ekonomi keluarga. Membiayai hidup tujuh orang anak
membuat orang tua Lukman, panggilan akrab Lukmanul Hakim, cukup kewalahan.
Cobaan pahit semakin menggonjang perekonomian keluarga Lukman. Banjir yang
sempat melumpuhkan kehidupan Jakarta tahun 2001 mengimbas tempat tinggalnya di
Pejaten. Bukan hanya itu, sumber perekonomian keluarganya ikut dilalap si jago
merah. Dagangan orang tuanya menjadi salah satu korban kebakaran Pasar Tanah
Abang. Dengan sisa-sisa semangat dan modal yang dimiliki orang tuanya, mereka
mulai merintis kembali usaha dagangnya di Pasar Senen dan Pasar Rebo.
Namun, cobaan terus menyusul datang. Lukman dan
kakak-kakaknya sempat gelisah akan nasib mereka kala sang bapak yang menjadi
penopang ekonomi keluarga diserang penyakit typus. Nasib yang kurang beruntung
tidak hanya dialami Lukman. Maya juga merasakan pahitnya hidup dengan rundungan
ketidakmampuan ekonomi keluarga. Bapaknya yang bekerja sebagai supir taksi
tidak mampu menopang semua kebutuhan anggota keluarga yang berjumlah delapan.
Ibunya juga tidak bisa berbuat banyak untuk menyokong ekonomi keluarga.
Belum selesai derita yang dialami keluarga Maya, si bapak
yang menjadi kepala keluarga lari tanpa pesan. "Ayah tidak pulang sejak
satu tahun yang lalu", tutur anak keenam dari tujuh bersaudara ini. Hingga
saat ini, si bapak tidak diketahui tempatnya.
Tidak adanya penopang hidup keluarga membuat si ibu
bekerja serabutan. Mencuci pakaian tetangga dilakukan demi mengepulkan asap dapur.
"Jika ada yang minta nyuci, uangnya bisa buat beli beras", jelas Maya
dengan seragam pramuka lusuhnya. Kakak-kakaknya juga bekerja tidak tetap.
Mereka belum bisa mandiri sehingga keenam saudara kandungnya masih tinggal
bersama serumah. Tidak hanya keluarga Lukman yang menjadi korban banjir,
keluarga Maya yang tinggal di daerah Pejaten pun mendapat cobaan yang sama.
Maya mengaku menamatkan SD tidak mungkin kesampaian jika biaya dan keperluan
sekolahnya tidak dibantu orang-orang yang peduli. Seragam dan keperluan yang
menemani hari-harinya di sekolah merupakan bentuk sumbangsih Yayasan Dharmais
yang disalurkan lewat lembaga GN-OTA.
Begitu juga Lukman yang terancam putus sekolah akibat
krisis yang menimpa keluarganya. Untuk mengantarkan ke gerbang kesuksesan,
sejak kelas tiga SD, Dharmais menjadi orang tua asuh Lukman yang dananya
disalurkan melalui lembaga GN-OTA.
Memang, mereka adalah anak-anak bangsa yang patut
dientaskan dari keputusasaan. Apalagi keduanya punya kemauan belajar yang cukup
tinggi. Adanya kesempatan untuk meneruskan sekolah menjadi pemacu mereka untuk
berprestasi. Di kelasnya, mereka selalu menduduki ranking sepuluh besar.
"Jika ada yang membiayai, saya mau nerusin ke SMP", ungkap Maya yang
berkulit hitam ini. Walaupun kebutuhan sekolahnya masih belum terpenuhi dan
uang sekolah kakak-kakak dan adiknya yang masih menunggak, tetapi ini tidak
menyurutkan niatnya untuk menggapai cita-citanya sebagai guru. "Masih
kurang buku, buku cetak, alat tulis, kayaknya belum memadai", ujar Maya
tentang kebutuhan sekolahnya yang sulit dipenuhi.
Bantuan Dharmais disambut gembira oleh pihak sekolah.
"Setelah mendapat bantuan, anak-anak lebih giat belajar. Fisiknya yang
tadinya terlihat loyo. Sekarang lebih periang", jelas salah satu guru SDN
Pejaten Barat 02 Petang. Sebagai guru yang turut empati merasakan
pahit-getirnya hidup seoranganak dengan segala kekurangannya mengharapkan agar
orang tua asuh yang diwadahi lembaga GN-OTA tidak berhenti.
Semoga bantuannya pun bisa
disalurkan secara tepat kepada yang membutuhkan.